Kota Berketahanan Iklim
yang Inklusif

Select your language

Kawasan perkotaan di seluruh dunia menghadapi dilema serupa: semakin tumbuh kota, semakin banyak produksi sampah. Namun, tantangan persampahan sekaligus menjadi pemantik bagi Kota Pekanbaru untuk beralih ke pembangunan berketahanan iklim melalui keterlibatannya dalam Proyek Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC).

Dengan pertumbuhan penduduk 1,9% per tahun, Kota Pekanbaru menjadi rumah bagi sekitar 1,2 juta penduduk yang menghasilkan setidaknya seribu ton sampah setiap hari. 70% dari sampah yang dihasilkan ini berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang turut berkontribusi pada pelepasan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru (2017) melaporkan bahwa sampah termasuk sektor utama penghasil emisi GRK di Pekanbaru pada tahun 2000 hingga 2016. Walikota Pekanbaru telah mendemonstrasikan komitmennya untuk mengatasi isu perubahan iklim melalui sektor prioritasnya, yakni persampahan, melalui serangkaian upaya baik dari sisi kebijakan, edukasi hingga peningkatan kapasitas.

 

Kerangka kerja kebijakan pengelolaan sampah

Urgensi untuk mengatasi persoalan sampah telah memaksa Pemerintah Kota Pekanbaru untuk mengevaluasi praktik pengelolaan sampahnya. Walikota Pekanbaru Dr. H. Firdaus, ST, MT yang ditemui di ruang kerjanya, Rabu (1/9), menyatakan bahwa Kota Pekanbaru berkomitmen mengatasi persoalan persampahan. “Sejalan dengan visi Pekanbaru Smart City 2017-2022, kami melihat upaya penanganan sampah perlu dilakukan segera untuk mewujudkan lingkungan yang sehat dan berkelanjutan. Untuk itu, Kota Pekanbaru perlu menerapkan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” ujarnya.

Walikota Pekanbaru mewujudkan komitmen ini dengan menyusun Rencana Induk Pengelolaan Sampah sebagai kerangka kerja kebijakan yang mempromosikan peralihan pendekatan pengelolaan sampah dari linier ke sirkular. DLHK Kota Pekanbaru dalam hal ini bertanggung jawab mengelola keseluruhan siklus penanganan sampah dari rumah tangga hingga ke TPA.

 

Walikota Pekanbaru

Walikota Pekanbaru Dr. H. Firdaus, ST, MT

Rencana Induk Pengelolaan Sampah memuat strategi untuk memperkuat kebijakan, kelembagaan dan upaya pelibatan masyarakat yang telah ada. Terkait kebijakan, Pekanbaru tengah merancang Peraturan Daerah tentang Retribusi untuk meningkatkan retribusi dari pelayanan pemungutan sampah. Pemerintah Kota Pekanbaru akan secara perlahan mengubah Unit Pelaksana Teknis (UPT) TPA dan UPT Retribusi menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Perubahan kelembagaan ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan persampahan kepada masyarakat, mengurangi ketergantungan kepada APBD dan meningkatkan performa BLUD dalam pengelolaan sampah.

Walikota Pekanbaru lebih lanjut mengatakan bahwa keterlibatan masyarakat adalah kunci dalam pengelolaan sampah melalui praktik 3R (reduce, reuse, recycle/pengurangan, penggunaan kembali, pendaurulangan). “Kita perlu melibatkan masyarakat sebagai aktor kunci dalam pengelolaan sampah dan mengenalkan praktik pengelolaan sampah yang baru,” ujarnya.

 

Puan Mandiri

Bank Sampah yang dikelola kelompok perempuan di tingkat RW di Pekanbaru.

 

Salah satu strategi untuk mendorong pelibatan masyarakat adalah dengan merevitalisasi Bank Sampah. Kota Pekanbaru membentuk Bank Sampah Induk yang membawahi Bank Sampah Unit di skala Rukun Warga (RW). “Bank Sampah Induk mengumpulkan dan memisahkan sampah yang masih bernilai ekonomi. Kami ingin mengurangi pengangkutan sampah ke TPA sekaligus memastikan pendapatan tambahan dari sampah untuk masyarakat,” ujar Direktur Bank Sampah Induk Zulkarnaini, Rabu (1/9).

 

Membangun kapasitas lokal

Dengan kebijakan dan upaya-upaya pengelolaan sampah yang ada dan direncanakan, Pekanbaru bergerak menuju pembangunan yang berkelanjutan. Namun, masih terdapat kesenjangan terkait kapasitas lokal dalam menyusun aksi iklim. Hal ini yang kemudian diisi oleh CRIC dengan memberikan pelatihan Inventarisasi GRK secara virtual kepada anggota Kelompok Kerja CRIC Kota Pekanbaru dari 14 hingga 15 September 2021. Pelatihan ini adalah bagian dari Pelatihan Penyusunan Rencana Aksi Iklim yang terdiri dari serangkaian pelatihan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk sepuluh kota percontohan CRIC dari 2021 hingga 2022.

Dalam pelatihan Inventarisasi GRK, peserta mempelajari konsep mitigasi perubahan iklim, panduan kebijakan dalam menyusun inventarisasi GRK, aktivitas penyumbang emisi GRK dan pelaporan daring emisi GRK melalui SIGN SMART, perangkat yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Peserta juga berdiskusi tentang aktivitas perkotaan yang menyumbang emisi di sektor limbah, IPPU (industri), AFOLU (pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan). Pada sesi pembukaan, Ketua Kelompok Kerja CRIC Kota Pekanbaru Erwinsyah mengatakan “kami sangat mengapresiasi pelatihan ini untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam upaya mengatasi perubahan iklim.”

Pelatihan Inventarisasi GRK adalah pelatihan pertama terkait mitigasi perubahan iklim. Setelah ini, peserta akan menerima pelatihan untuk menghitung baseline GRK dan menyusun Rencana Aksi Mitigasi. Sementara itu dalam pelatihan adaptasi, peserta akan belajar tentang dasar ilmiah serta kerentanan dan risiko perubahan iklim serta penyusunan Rencana Aksi Adaptasi.

CRIC
Kerjasama unik antara kota, pejabat, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi menuju kota yang tangguh dan inklusif.

Didanai oleh UE

CRIC
Proyek ini didanai oleh Uni Eropa

Kontak

Hizbullah Arief
hizbullah.arief@uclg-aspac.org

Pascaline Gaborit 
pascaline@pilot4dev.com