Kota Berketahanan Iklim
yang Inklusif

Select your language

Pertumbuhan populasi dan ekonomi di Kota Samarinda turut membawa tantangan bagi kota ini, yakni penambahan jumlah sampah yang –jika tidak dikelola dengan baik- berdampak pada penurunan kualitas lingkungan hidup dan pelepasan emisi gas rumah kaca yang memicu pemanasan global. Namun, kota Samarinda menjawab tantangan ini dengan dua strategi kunci: kolaborasi dan inovasi.

Dengan populasi sekitar 872.000 jiwa dan pertumbuhan penduduk 1,62% per tahun[1], Kota Samarinda menghasilkan setidaknya 18.881 ton sampah[2] tiap bulannya. Jika dikalkulasi, tiap penduduk setidaknya menghasilkan sampah setidaknya 700 gram tiap hari. Dari jumlah ini, 60% sampah adalah sampah organik rumah tangga yang kemudian disusul oleh sampah kertas dan plastik.

Menyadari peran masyarakat dalam pengelolaan sampah mulai dari tingkat rumah tangga, Pemerintah Kota Samarinda menggulirkan Jeng Rinda (Jelantah Membangun Samarinda). “Program Jeng Rinda adalah salah satu inovasi dan wujud komitmen Pemerintah Kota Samarinda dalam upaya pengendalian pencemaran lingkungan yang bersumber dari kegiatan rumah tangga. Gerakan ini tidak boleh disepelekan karena bisa memberikan multiplier effect yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat. Jika limbah minyak jelantah ditangani dengan baik maka akan menjadi barang yang bernilai ekonomi,” ujar Walikota Samarinda Dr. H. Andi Harun, 29 September 2021.[3]

Program Jeng Rinda menjadi bagian dari Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (Probebaya) yang diwujudkan melalui alokasi anggaran sebesar Rp100-300 juta tiap tahun untuk tiap RT. Melalui Jeng Rinda, tiap RT mengumpulkan dan mengelola limbah minyak jelantah yang kemudian disalurkan kepada pihak swasta yang digandeng oleh pemerintah untuk memprosesnya menjadi biodiesel. “Saya optimis Jeng Rinda akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran lingkungan, meningkatkan kualitas lingkungan dan taraf perekonomian,” ujar Walikota Samarinda dalam pidato ajakannya di kanal YouTube Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Samarinda.

 

Aksi iklim di sektor pengelolaan sampah

Inovasi-inovasi pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat semakin penting mengingat kerentanan Kota Samarinda terhadap bencana yang dipicu perubahan iklim, terutama banjir. Kota Samarinda tercatat mengalami 44 kejadian banjir sepanjang 2011-2019, dan salah satu faktor penyebabnya adalah penyumbatan saluran drainase oleh sampah perkotaan yang tidak terangkut ke TPA. [4]

Asisten II Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Samarinda drg. Nina Endang Rahayu, M.Kes., mengatakan bahwa telah ada beragam kegiatan pengelolaan sampah yang berjalan untuk mendorong partisipasi masyarakat, selain Jeng Rinda. Inisiatif yang berjalan di antaranya, Bank Ramah Lingkungan (Bank Ramli), Mitra Bersih Generasi Emas, Kampung Salai (Sampah Bernilai) dan Duta Peduli Sampah. “Di tingkat sekolah, kami bekerja sama dengan Dinas Pendidikan untuk mencanangkan Sekolah Adiwiyata[5] untuk membangun kesadaran akan lingkungan sehat sejak kecil,” ujarnya dalam kegiatan Festival Hak Asasi Manusia, 18 November 2021.

Pengelolaan sampah secara berkelanjutan mulai dari rumah tangga diharapkan dapat mengurangi volume sampah yang diangkut ke TPA. Kendati sektor sampah bukan sektor utama penyumbang emisi Gas Rumah Kaca di Samarinda (yang utama adalah transportasi dan energi), namun emisi dari sektor sampah meningkat dari 2014-2018. Pemerintah Kota Samarinda sendiri, ditandai dengan penandatanganan Komitmen Walikota Samarinda, telah berkomitmen untuk berpartisipasi sebagai salah satu kota percontohan Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC). Kota Samarinda juga telah menetapkan sektor pengelolaan sampah sebagai sektor prioritas yang akan diperkuat dalam upaya mengatasi perubahan iklim.

Untuk membantu kota menyusun Rencana Aksi Iklim, termasuk di sektor persampahan, CRIC telah mengadakan pelatihan Penyusunan Rencana Aksi Iklim di Samarinda yang diawali dengan pelatihan Inventarisasi Gas Rumah Kaca pada 25-26 Agustus 2021. Pelatihan perdana ini bertujuan mengenalkan konsep mitigasi perubahan iklim dan metode penghitungan gas rumah kaca. Melalui serangkaian pelatihan yang akan berlangsung hingga tahun 2022 ini, pemerintah kota diharapkan memiliki kapasitas yang lebih kuat dalam menyusun aksi-aksi perubahan iklim yang tepat guna dan tepat sasaran.

 

----

[1] Laporan Kajian Perkotaan Samarinda, Climate Resilient and Inclusive Cities, 2020.

[2] Paparan Asisten II Pemerintah Kota Samarinda, drg. Nina Endang Rahayu, M.Kes., dalam Human Rights Festival, 18 November 2021.

[3] Ayo Kita Sukseskan! Program Jeng Rinda “Jelantah Membangun Samarinda”, Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Samarinda, https://youtu.be/Ep6Qv_aMqCk, 29 September 2021.

[4] Laporan Kajian Perkotaan Samarinda, Climate Resilient and Inclusive Cities, 2020.

[5] Program Sekolah Adiwiyata adalah program inisiatif Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yang diatur melalui Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata.

CRIC
Kerjasama unik antara kota, pejabat, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi menuju kota yang tangguh dan inklusif.

Didanai oleh UE

CRIC
Proyek ini didanai oleh Uni Eropa

Kontak

Hizbullah Arief
hizbullah.arief@uclg-aspac.org

Pascaline Gaborit 
pascaline@pilot4dev.com