UCLG ASPAC dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membahas Nota Kesepahaman (MoU) tentang rencana kolaborasi Proyek Kota-Kota Tangguh Iklim dan Inklusif (Climate Resilient and Inclusive Cities/CRIC) dalam rapat virtual, Rabu (24/6).
KLHK diwakili oleh Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Sri Tantri Arundhati, Kepala Subdirektorat Identifikasi dan Analisis Kerentanan Arif Wibowo, Kepala Subdirektorat Perencanaan Adaptasi Agung Putra dan Kepala Bagian Hukum dan Kerja Sama Teknis Ditjen PPI Lawin Bastian.
Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC Dr. Bernadia Tjandradewi mengatakan saat membuka rapat, bahwa MoU tersebut akan menguatkan kerja sama dalam membangun aksi bersama dan transfer pengetahuan untuk membangun kota-kota tangguh iklim yang inklusif. “Kami sangat mengharapkan keterlibatan KLHK dalam Proyek CRIC ini. Kolaborasi antara UCLG ASPAC dan KLHK sudah terjalin melalui program-program sebelumnya, seperti program iklim dan pengelolaan sampah. Kerja sama dalam CRIC akan semakin menegaskan komitmen kita untuk mengatasi masalah perubahan iklim,” ujarnya.
CRIC yang diluncurkan pada bulan Januari 2020 adalah proyek lima tahun yang didanai oleh Uni Eropa dan dilaksanakan oleh UCLG ASPAC, Pilot4DEV, ACR+, ECOLISE, AIILSG dan Gustave Eiffel University. Proyek ini akan berkontribusi positif terhadap pembangunan berkelanjutan sekaligus membantu Pemerintah Indonesia memenuhi komitmennya di tingkat global dalam mencapai target NDC untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Koordinator Proyek CRIC Putra Dwitama dalam paparannya mengatakan, proyek CRIC bertujuan untuk menciptakan kerja sama jangka panjang antara kota, pemerintah nasional, organisasi masyarakat sipil dan lembaga riset. “Proyek ini akan dilaksanakan di sepuluh kota percontohan di Indonesia. Melalui proyek ini, kita bisa berkolaborasi untuk membantu kota mencapai agenda pembangunan berkelanjutan,” katanya.
Sepuluh kota percontohan tersebut adalah Pekanbaru, Pangkal Pinang, Bandar Lampung, Cirebon, Banjarmasin, Samarinda, Mataram, Kupang, Gorontalo dan Ternate. Pemerintah kota dari kota-kota ini akan mendapatkan dukungan teknis untuk memasukkan ketangguhan iklim dalam agenda dan kebijakan pembangunan kota.
Manajer Proyek CRIC Asih Budiati menggarisbawahi pentingnya dukungan dari KLHK dalam proyek ini. “Kami ingin mengeksplorasi kemungkinan kerja sama yang dapat dilakukan. Sebagai contoh, kami akan mengadakan setidaknya 30 diskusi kelompok terarah (FGD). KLHK bisa mendukung dengan mengirimkan staf teknis untuk berbagi pengetahuan kepada kota. Selain itu, KLHK juga dapat membantu memverifikasi tools yang digunakan serta memonitor dan mengevaluasi proyek,” tuturnya.
Menanggapi paparan dari UCLG ASPAC, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Sri Tantri Arundhati mengatakan bahwa KLHK berkomitmen untuk mendukung proyek CRIC. “Ketangguhan kota memang menjadi bagian dari komitmen kami untuk mencapai pembangunan rendah emisi dan proyek ini bisa membantu Indonesia mencapai target NDC. Kami berharap proyek ini juga bisa menghasilkan indikator ketangguhan kota yang dapat kami adopsi ke depannya,” ujarnya.
Secara prinsip, UCLG ASPAC dan KLHK menyepakati kerja sama untuk mewujudkan ketangguhan iklim di tingkat kota. Langkah selanjutnya, UCLG ASPAC akan merancang draft MoU yang menguraikan rencana kerja sama yang lebih konkret.