Kota Berketahanan Iklim
yang Inklusif

Select your language

Climate Resilient and Inclusive Cities menggulirkan Pelatihan Penyusunan Rencana Aksi Iklim (RAI) yang diikuti 267 perwakilan pemerintah daerah di sembilan kota di tahun 2021. Hal ini menjadi tonggak penting dalam upaya membangun kapasitas pemerintah daerah dalam membangun ketahanan iklim. Kegiatan ini juga menjadi pengingat akan pentingnya konvergensi aksi perubahan iklim dengan upaya pengurangan risiko bencana untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan.

Pelatihan RAI tahap pertama telah dilaksanakan secara virtual dan hybrid di Kota Gorontalo, Cirebon, Mataram, Pangkalpinang, Samarinda, Kupang, Bandar Lampung, Ternate dan Pekanbaru sejak Agustus hingga September 2021. Kegiatan ini diikuti oleh 156 peserta laki-laki dan 111 peserta perempuan yang tergabung dalam Kelompok Kerja (Pokja) di kota percontohan CRIC.

 

RAI menjawab kebutuhan kota

Pelatihan RAI terdiri dari pelatihan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Pelatihan yang telah dilaksanakan di tahun 2021 adalah penyusunan inventarisasi gas rumah kaca (mitigasi) dan pelatihan basis ilmiah, risiko dan kerentanan perubahan iklim (adaptasi). Serangkaian pelatihan ini didukung oleh CCROM SEAP IPB melalui penyusunan modul pelatihan dan penyediaan tenaga ahli, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Pelatihan RAI juga didukung oleh pendampingan yang dilakukan oleh petugas lapangan (Field Officer) CRIC di kota. Pendampingan dilakukan mulai dari tahap pengumpulan data, analisis hingga penulisan dokumen Rencana Aksi Iklim. Pelatihan RAI menjawab kebutuhan kota akan kapasitas teknis dalam menyusun dokumen ilmiah perubahan iklim dan mengintegrasikannya dalam dokumen kebijakan.

Kepala Bappeda Kota Gorontalo Meidy Novita Silangen mengatakan dalam pembukaan pelatihan Inventarisasi Gas Rumah Kaca bahwa kegiatan RAI juga sejalan dengan aktivitas pengelolaan lingkungan hidup yang berjalan di Gorontalo. “Sebagai baromoter kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi, Kota Gorontalo perlu bergerak menyusun Rencana Aksi Iklim. Inventarisasi GRK sangat penting terutama karena kota juga pernah mendapat asistensi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait penghitungan emisi GRK. Jadi, ini bisa saling melengkapi,” ujarnya.

Kepala Bappeda Kota Gorontalo menambahkan bahwa sektor persampahan adalah sektor yang berkontribusi menyumbang emisi berdasarkan tinjauan. “Dari total sampah, yang terbanyak masih dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir yakni 67,72%. Sementara lainnya dibakar atau dibuang ke sungai. Melalui kegiatan inventarisasi GRK, kita akan mendalami lagi sumber-sumber emisi kota,” ujarnya.

Sementara itu dalam pelatihan Dasar Ilmiah, Kerentanan dan Risiko Perubahan Iklim di Kota Pangkalpinang, Kabid PPMP Bappeda dan Litbang Kota Pangkalpinang Erika Handoko menyatakan bahwa kegiatan pelatihan akan sangat membantu kota dalam penyusunan program-program pembangunan. “Dokumen Rencana Aksi Iklim yang disusun akan membantu dinas masing-masing juga dalam merancang kegiatan, baik yang terkait mitigasi dan adaptasi. Selain itu, dukungan pengumpulan data-data juga membantu pemerintah daerah dalam mengembangkan program dan strategi penanganan perubahan iklim,” ungkapnya.

 

Pentingnya konvergensi aksi

Keluaran penting dari pelatihan ini adalah dokumen RAI yang menjadi acuan bagi pengembangan berbagai aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Kepala Sub-Direktorat Identifikasi dan Analisis Kerentanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ir. Arif Wibowo, M.Sc. yang hadir dalam sesi pelatihan Dasar Ilmiah, Kerentanan dan Risiko Perubahan Iklim Kota Mataram mengatakan bahwa aksi-aksi yang disusun harus terintegrasi dengan komitmen pembangunan nasional dan global.

“Indonesia berkomitmen untuk memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, mematuhi Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana serta Persetujuan Paris untuk mengatasi perubahan iklim. Konvergensi ketiga komitmen ini harus diimplementasikan dalam aksi dan aktivitas yang ada yang akan dikembangkan,” jelas Arif Wibowo.

Arief menambahkan bahwa pemerintah daerah nantinya perlu menyesuaikan aksi-aksi perubahan iklim dengan prioritas di daerah agar memastikan keberlanjutan dan efektivitasnya. “Instrumen penghitungan, pelaporan dan verifikasi sudah ada. Sekarang, mari kita laksanakan dengan cepat dan progresif,” ujarnya.

Pelatihan RAI akan berlangsung hingga tahun 2022 dalam dua tahap. Tahap pertama pelatihan akan dilanjutkan di bulan Januari 2022.

CRIC
Kerjasama unik antara kota, pejabat, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi menuju kota yang tangguh dan inklusif.

Didanai oleh UE

CRIC
Proyek ini didanai oleh Uni Eropa

Kontak

Hizbullah Arief
hizbullah.arief@uclg-aspac.org

Pascaline Gaborit 
pascaline@pilot4dev.com