Kota Berketahanan Iklim
yang Inklusif

Select your language

Proyek CRIC memastikan tercapainya kota yang berketahanan iklim yang inklusif, salah satunya dengan mempertemukan kebutuhan kota percontohan dengan keahlian para mitra akan pengembangan perangkat. Hal ini dilakukan dengan menggelar FGD tentang “Sektor Tematik dan Pengembangan Perangkat” dari 1-4 dan 11 Februari 2021. Laporan yang dihasilkan dari FGD menjadi dasar bagi proses pengembangan perangkat terkait pengelolaan sampah, air dan sanitasi serta sistem peringatan dini.

 

Melampaui “business as usual

Kegiatan FGD yang dimoderatori oleh Koordinator Proyek CRIC Putra Dwitama ini dihadiri oleh Kelompok Kerja (Pokja) CRIC dari 10 kota percontohan; mitra CRIC seperti Pilot4Dev, ACR+, Universitas Gustave Eiffel University, Ecolise dan All India Institute of Local Self-Government (AIILSG); serta pengulas dari Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yaitu Kepala Sub-Direktorat Perencanaan Adaptasi Bapak Anak Agung Gede Putra dan Kepala Sub-Direktorat Identifikasi dan Analisis Kerentanan Bapak Arif Wibowo.

Bapak Arif Wibowo mengatakan bahwa pelaksanaan FGD adalah perkembangan penting bagi CRIC. Dalam pembukaan kegiatan, ia menekankan agar kota “mencari terobosan dan melampaui praktik business-as-usual serta mengarusutamakan ketahanan iklim ke dalam dokumen perencanaan dan pembangunan kota.”

FGD 11022021

Melalui FGD ini, CRIC mempertemukan kota dengan para mitra. Perwakilan dari kota berbagi tantangan yang mereka hadapi terkait perubahan iklim, sementara para mitra memaparkan perangkat yang akan dikembangkan untuk mengatasi tantangan tersebut. Perangkat yang dikembangkan akan disesuaikan dengan kebutuhan tiap kota. Bandar Lampung, sebagai contoh, berjibaku dengan banjir yang berulang. Di kota yang memiliki 51 titik rentan banjir ini, Pemerintah Kota telah mengambil langkah-langkah penanganan banjir, seperti melalui Desa Tangguh Bencana dan Program Kampung Iklim. Bandar Lampung juga menjajaki kolaborasi dengan Universitas Bandar Lampung untuk mengembangkan sensor pemantau ketinggian air sungai, namun implementasinya masih tertunda.

“Bandar Lampung membutuhkan sistem peringatan dini banjir yang terintegrasi,” ujar Dr. Khaidarmansyah, Kepala Bappeda Bandar Lampung. “Sistem peringatan dini ini perlu melingkupi peta risiko, sistem pemantauan bahaya, layanan peringatan, komunikasi, peningkatan kapasitas untuk masyarakat dan dokumen SOP Sistem Peringatan Dini.”

CRIC, melalui dukungan Profesor Youssef Diab dari Univeristas Gustave Eiffel, akan mengembangkan perangkat ini. Professor Youssef mengatakan pentingnya untuk memahami bahaya spesifik secara geografis untuk menentukan perangkat sistem peringatan dini yang akan dikembangkan dan untuk memastikan bahwa perangkat yang dikembangkan benar-benar menyasar kelompok yang paling terpapar risiko. Ia juga menekankan pentingnya pendekatan yang menyeluruh untuk meningkatkan ketahanan kota.

Senada dengan ini, Bapak Agung Putra dari KLHK menggarisbawahi bahwa pendekatan penanganan banjir yang terintegrasi mensyaratkan kota untuk memperbaiki tata kelolanya, infrastruktur dan keterlibatan pemangku kepentingan. Kejadian banjir di Bandar Lampung juga menunjukkan urgensi dari upaya penanganan perubahan iklim yang melintasi batas administratif, salah satunya dengan memperkuat kerja sama wilayah dengan kota/kabupaten yang berdekatan.

Dari aksi lokal menuju tujuan nasional

Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC yang membuka dan menutup kegiatan menekankan kembali pentingnya komitmen politik untuk mengatasi perubahan iklim. “Dibutuhkan lebih dari solusi teknologi untuk mengatasi perubahan iklim di kota, baik terkait pengelolaan sampah, banjir dan sanitasi. Kepala daerah perlu mewujudkan komitmen poltik mereka menjadi aksi yang konkret,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Ibu Novia Widyaningtyas mengatakan dalam sambutannya bahwa upaya adopsi perangkat akan melengkapi aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di kota. Aksi lokal juga berkontribusi pada komitmen NDC Indonesia untuk mengurangi emisi GRK hingga 29% dengan upaya sendiri dan hingga 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Selaras dengan target NDC, Ibu Novia mengatakan bahwa Indonesia telah menargetkan terbentuknya 20.000 Kampung Iklim (melalui Proklim) pada 2024 sebagaimana dinyatakan oleh Presiden Joko Widodo dalam Climate Adaptation Summit 2021. Kota perlu menyelaraskan rencana aksi daerah mereka dengan agenda Proklim untuk mengakselerasi pencapaian NDC.

Unduh: Laporan FGD Sektor Tematik dan Pengembangan Perangkat.

CRIC
Kerjasama unik antara kota, pejabat, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi menuju kota yang tangguh dan inklusif.

Didanai oleh UE

CRIC
Proyek ini didanai oleh Uni Eropa

Kontak

Hizbullah Arief
hizbullah.arief@uclg-aspac.org

Pascaline Gaborit 
pascaline@pilot4dev.com