Kota Berketahanan Iklim
yang Inklusif

Select your language

Kota Kupang, satu dari sepuluh kota percontohan CRIC, telah menetapkan air bersih sebagai sektor prioritas yang akan ditangani untuk mengatasi isu kelangkaan air melalui kolaborasi dengan Proyek CRIC. CRIC berbincang dengan Sara Silva dari Ecolise, mitra di Eropa yang bertanggung jawab untuk mengembangkan perangkat untuk meningkatkan tata kelola air.

 

Web 1

 

Silakan memperkenalkan diri Anda dan peran Anda dalam CRIC.

Saya Sara Silva, Manajer Proyek di Ecolise yang terlibat dalam Proyek Climate Resilient        and Inclusive Cities. Melalui Ecolise, saya membantu pemerintah kota yang tertarik untuk beralih dari pendekatan linear ke pendekatan yang berkelanjutan. Terkait isu perubahan iklim, kami mempromosikan pendekatan sistemik yang bertumpu pada keterkaitan antar-topik serta mendorong inklusivitas untuk mewujudkan ketahanan iklim.

 

 

Secara praktis, apa yang telah Ecolise lakukan dan bagaimana praktik tersebut dapat diterapkan di Kupang?

Ecolise mempromosikan dan mendorong adopsi sebuah instrumen untuk membantu kota-kota bertransformasi ke pembangunan yang berkelanjutan. Saat ini kami bekerja dengan beberapa kota di Brasil, Italia, Portugal dan Spanyol untuk memfasilitasi proses pengambilan keputusan dan merancang aksi bersama untuk mengatasi berbagai isu di kota. Di Sao Paolo, Brasil misalnya, kami terlibat dalam isu penghijauan perkotaan dan di Santorso, Italia, isunya adalah transisi menuju energi yang berkelanjutan. Praktik dan proses dari kota-kota ini yang juga akan menjadi acuan bagi Ecolise untuk membantu Kupang mengatasi kelangkaan air.

Bisakah Anda menjelaskan langkah-langkah yang Ecolise akan lakukan untuk mengembangkan perangkat pengelolaan air di Kupang?

Kami akan memperkenalkan toolkit yang sudah saya jelaskan sebelumnya ke Kupang. Agar sesuai dengan konteks lokal, kami akan bekerja dengan staf setempat dan pakar terkait isu kelangkaan air yang dapat memastikan toolkit ini sesuai dengan realitas dan kebutuhan di Kupang. Untuk itu, dibutuhkan tim setempat yang terdiri dari pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil dan pakar yang akan memetakan inisiatif yang telah ada untuk mengatasi kelangkaan air, aktor-aktor yang telah terlibat dalam inisiatif ini, serta memantau dampak dari inisiatif. Lalu dari proses ini, kita akan mengevaluasi apakah inisitif yang sudah ada diterapkan dengan mengacu pada informasi yang ada, apakah inisiatif ini telah mencapai hasil konkret, apakah inisiatif ini juga mendukung inklusivitas dan berkontribusi pada ketahanan dan adaptasi serta apakah inisiatif ini dapat direplikasi. Dari proses ini kita bisa mendapatkan wawasan tentang aksi yang tepat yang perlu kita rancang dan terapkan untuk mengatasi kelangkaan air di Kupang.

Berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk mengembangkan perangkat ini?

Siklus implementasi toolkit ini membutuhkan waktu 12 bulan dan pemerintah kota dapat melakukan iterasi (pengulangan) kedua jika mereka memutuskan demikian.

Bagaimana memastikan perangkat yang dikembangkan dapat menjawab persoalan yang dihadapi Kupang?

Perangkat yang dikembangkan harus mampu menciptakan perubahan mendasar bukan hanya tentang cara mengatasi kelangkaan air namun juga menjawab tantangan di ranah-ranah yang berkontribusi pada masalah kelangkaan air. Oleh karena itu, masyarakat sipil perlu dilibatkan dalam seluruh proses sedini mungkin. Dengan proses pengambilan keputusan yang inklusif dan sistemik, kami percaya dapat menentukan aksi yang tepat untuk membantu Kupang mengatasi kelangkaan air.

CRIC
Kerjasama unik antara kota, pejabat, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi menuju kota yang tangguh dan inklusif.

Didanai oleh UE

CRIC
Proyek ini didanai oleh Uni Eropa

Kontak

Hizbullah Arief
hizbullah.arief@uclg-aspac.org

Pascaline Gaborit 
pascaline@pilot4dev.com