Kota Berketahanan Iklim
yang Inklusif

Select your language

Sektor pengelolaan sampah dapat berkontribusi pada upaya penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Nationally Determined Contributions (NDCs). Di Kota Mataram, hal ini dilakukan dengan upaya mengubah sampah menjadi energi terbarukan yang pelaksanaannya akan bertumpu pada : komitmen politik, perencanaan dan pembiayaan serta kolaborasi multipihak.

Kota Mataram di Provinsi Nusa Tenggara Barat memproduksi setidaknya 337 ton sampah padat per hari yang mayoritas dihasilkan dari rumah tangga. Dari jumlah sampah ini, setidaknya 73%-nya adalah sampah organik dan hanya sekitar 30% dari total sampah yang diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (Laporan Kajian Perkotaan Kota Mataram, CRIC, 2020).

 

Tantangan pengelolaan sampah juga menawarkan peluang. Walikota Mataram Mohan Roliskana yang ditemui di ruang kerjanya, Selasa (13/7) mengungkapkan komitmen kotanya untuk mendukung pengolahan sampah menjadi energi terbarukan, terutama sampah organik.

 

Web 3 Mataram

 

“Untuk mewujudkan komitmen ini, kami sudah mempersiapkan lahan seluas 1,3 hektare untuk pembangunan fasilitas pengolahan sampah organik menjadi energi terbarukan dengan biodigester. Di area ini juga akan dibangun pasar sehingga sampah organik dari pasar dapat segera diolah ke fasilitas tersebut,” ujar Walikota Mataram. Untuk menindaklanjuti hal ini, Walikota Mataram juga menggarisbawahi pentingnya pembiayaan yang berkelanjutan. “Harus ada kebijakan politik anggaran yang kita alokasikan agar program ini dapat berjalan terus,” tambahnya.

 

Dari sisi perencanaan, Kota Mataram telah mencanangkan pengelolaan sampah sebagai salah satu agenda prioritas pembangunan. Ir. Amiruddin, M.Si yang ketika ditemui masih menjadi Kepala Bappeda Kota Mataram mengatakan bahwa berdasarkan Kebijakan dan Strategi Daerah (Jakstrada) Pengelolaan Sampah, Kota Mataram menargetkan pengelolaan sampah hingga 70% dan pengurangan sampah hingga 30% dalam kurun waktu 2018-2025. “Hingga saat ini 83% dikelola, 3 persen dikurangi, tetapi masih ada 14% masih tidak terkelola dan menimbulkan masalah lingkungan,” ujarnya.

Pemrosesan sampah menjadi energi, ujarnya, dapat membantu Kota Mataram menangani persoalan sampah yang tidak terkelola. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Mataram, telah dialokasikan lahan untuk pembangunan biodigester untuk memproses sampah organik menjadi energi terbarukan. Pembangunan fasilitas diharapkan dapat berlangsung pada tahun 2022.

Kolaborasi dan sirkularitas

CRIC mendukung Kota Mataram untuk secara perlahan beralih ke pengelolaan sampah yang berkelanjutan dengan pendekatan sirkularitas, untuk memperpanjang masa pakai dan pemanfaatan sumber daya. Di Kota Mataram, CRIC mempromosikan replikasi Integrated Resource Recovery Center (IRRC), fasilitas pemrosesan sampah padat menjadi biogas yang pernah berhasil dilakukan oleh UCLG ASPAC di Kabupaten Malang. Di fasilitas IRRC di Kabupaten Malang, 80-90% sampah organik padat diurai secara anaerobik. Metode ini yang akan menjadi model bagi pengembangan fasilitas sampah menjadi energi di Kota Mataram.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram M. Nazaruddin Fikri mengatakan bahwa fasilitas pengolahan sampah menjadi energi sebagai ‘game changer’ yang bisa mengubah praktik angkut-buang sampah menjadi pemanfaatan kembali sampah. Sejalan dengan ini, ia menambahkan, aksi di tingkat masyarakat perlu tetap digiatkan untuk memilah sampah dan mengelola sampah organik. “Sampah organik bisa diurai dengan black soldier fly seperti yang sudah dilakukan oleh masyarakat, atau bisa juga dikirimkan ke fasilitas biodigester melalui Bank Sampah,” ujarnya.

 

Maggot a resized

 Warga di Kota Mataram menggunakan larva black soldier fly (maggot) untuk mengurai sampah organik

 

Terkait sampah plastik, saat ini sebuah perusahaan swasta telah bekerja sama dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar dengan metode pyrolysis. Perusahaan ini, PT. Geo Trash Management, juga bekerja sama dengan Bank Sampah di Kota Mataram untuk mendapatkan suplai sampah plastik. Melalui pyrolysis, sampah plastik dipanaskan hingga 300 derajat Celsius, dan uap hasil pemanasan ini kemudian dialirkan dalam reaktor kedap udara yang kemudian menjadi berbagai jenis bahan bakar di antaranya solar, aspal, lilin. “Dalam proses ini tidak ada emisi gas yang dihasilkan. Pada intinya proses ini mengembalikan plastik menjadi bahan-bahan dasar pembentuknya,” ujar Direktur Geo Trash Management Andrew Sinclair.

Keterlibatan aktif masyarakat dan kolaborasi dengan pihak swasta ini menjadi pendekatan penting dalam mendorong pengelolaan sampah yang berkelanjutan di Kota Mataram. Di Kota Mataram, CRIC telah juga turut mendorong pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Perubahan Iklim yang berperan sentral untuk melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat dan pelaku usaha dalam aksi-aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di sektor pengelolaan sampah.

CRIC
Kerjasama unik antara kota, pejabat, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi menuju kota yang tangguh dan inklusif.

Didanai oleh UE

CRIC
Proyek ini didanai oleh Uni Eropa

Kontak

Hizbullah Arief
hizbullah.arief@uclg-aspac.org

Pascaline Gaborit 
pascaline@pilot4dev.com